Makalah Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM)
oleh: Muhammad Mansur
Makul Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Andi Prastowo M.Pdi
Universitas Islam Negeri Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAG
Setiap orang mempunya hak dan kewajiban. Yang mana hak adalah
sesuatu yang harus ia peroleh dan kewajiban adalah sesuatu yang harus ia
lakukan.
Berbicara mengenai hak, sudah tidak
asing lagi di telinga kita istilah Hak Asasi Manusia. Sedangkan Hak Asasi
Manusia itu sendiri merupakan hak-hak yang melekat pada manusia, sebagai
anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara.
Jadi hak itu harus ia peroleh agar ia dapat menjalani kehidupannya dengan
tenang dan damai tanpa adanya gangguan dari pihak manapun.
Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia
sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak
yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran
yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya
baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
apakah HAM itu, bagaimana pemikiran-pemikiran dalam perkembangannya, mari kita
lihat dalam uraian di bawah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
2.
Bagaimana
perkembangan pemikiran HAM di Eropa?
3.
Bagaimana
perkembangan pemikiran HAM di Indonesia?
4.
Apa
sajakah bentuk-bentuk dari HAM?
5.
Bagaimana
HAM dalam konstitusi di Indonesia?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan HAM, bagaimana perkembangan pemikirannya,
bentuk-bentuk HAM, dan HAM dalam konstitusi di Indonesia.
2.
Melengkapi
tugas individu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
3.
Merevisi
makalah dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
HAM
Secara
definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman dalam
berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi
manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya, dengan unsur-unsurnya sebagai
berikut:[1]
a.
Pemilik
hak;
b.
Ruang
lingkup penerapan hak;
c.
Pihak
yang bersedia dalam penerapan hak.
Hak adalah sesuatu yang harus
diperoleh. Untuk memperolehnya terdapat dua teori yaitu:[2]
1.
Teori
McCloskey, menyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan,
dimiliki, dinikmati atau sudah dilakukan.
2.
Teori
Joel Feinbrg, menyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan
dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang
disertai pelaksanaan kewajiban). Hak dan kewajiban adalah satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
Sedangkan istilah
yag dikenal di barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah “right of man”, yang
menggantikan istilah “natural right”. Kemudian “right of man” diganti dengan
istilah “human right” yang dipandang lebih netral dan universal.
Menurut
Teaching Human Right
Hak asasi
manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya
manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut
John Locke
HAM
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada
kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah
hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Menurut Prof. Dr. A. Gunawan
Setiardja
HAM adalah
hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang
dimiliki manusia sebagai manusia.[3]
Menurut
UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Dari beberapa
pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah
Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan
umum.
B. Perkembangan
Pemikiran HAM
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan
terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi
kelahiran HAM.
Perkembangan
HAM di Eropa
a.
Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM
di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak
absolut raja[4]
yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan
absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan
yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus
dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna
Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional. Keterikatan
penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang
menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan
atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.[5]
Empat
abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM)
di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan
manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum
dan negara demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights,
asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun
berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan
mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah sejumlah istilah dan
teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa,
dan selanjutnya Amerika.
Kontrak
sosial (J.J Rousseau)
Kontrak sosial
adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat didasari
oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Trias
politica (Montesquieu)
Trias
politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan
negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan
kekuasaan peradilan ( yudikatif).
Hukum
kodrati (John Locke)
Teori
hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia
ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak
diserahkan oleh negara.
Hak-hak
dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
Hak-hak
dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia
dilahirkan sama dan merdeka.
Pada
1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan yaitu;
kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan,
dan hak bebas daru rasa takut.
Tiga tahun
kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang pentingnya
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan
seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Menurut
DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki
oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal
(hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak
jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial
dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan
politik meliputi:
1)
Hak
untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
2)
Hak
bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3)
Hak
bebas dari penyiksaan atau perlakuan
hukum yang kejam;
4)
Hak
untuk memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang
sewenang-wenang;
5)
Hak
atas perlindungan terhadap serangan nama baik;
6)
Hak
atas satu kebangsaan;
7)
Hak
untuk memiliki hak milik;
8)
Hak
bebas berpikir, berpendapat dan beragama;
9)
Hak
untuk berserikat;
10)
Hak
untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
1)
Hak
atas jaminan sosial;
2)
Hak
untuk bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
3)
Hak
untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
4)
Hak
atas istirahat;
5)
Hak
atas standar hidup yang layak;
6)
Hak
atas pendidikan;
7)
Hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
b.
Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis
besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:[6]
· Generasi Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya
berpusat pada bidang hukum dan politik.
· Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak hak
yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama tetapi juga menyerukan
hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
· Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara
hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum.
· Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM yang
dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang dikenal dengan Deklaration
of Basic duties of Asia people and Goverment.
C.
Perkembangan HAM di Indonesia
1.
Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan
HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan
nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks
pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya
pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh
organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A.
Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak
untuk menentukan nasib sendiri.
Kemudian
Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan
Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak
dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan
pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang
berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran
HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan
pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Pemikiran
HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan
Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain.
Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan
pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh
pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM
di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2.
Periode Setelah Kemerdekaan
a.
Periode 1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana
hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan
kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah
mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk
ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM
pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1
November 1945 yang menyatakan:
“...
sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita
cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan
masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah
akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang
terbanyak.”
Hal
yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil
menjadi parlementer.
b.
Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan
tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah
HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:[7]
1.
Munculnya
partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.
Adanya
kebebasan pers.
3.
Pelaksanaan
pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4.
Kontrol
parlemen oleh eksekutif.
5.
Perdebatan
HAM secara bebas dan demokratis.
c.
Periode 1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan
oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
Melalui
sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden
tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari
model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi
warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter.
d.
Periode 1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi
sebagai produk barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip
gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan
Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah:[8]
1)
HAM
adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur
bangsa Indonesia.
2)
Bangsa
Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD
45.
3)
Isu
HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan
Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
Adapun
pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung Priok,
Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di
tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi
nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan
penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk
bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya
ratifikasi terhadap tiga konvensi HAM;
o
Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU
no. 7 tahun 1984.
o
Konvensi
Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o
Konvensi
Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e.
Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia
dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim Soeharto. Pada tahun ini
Soeharto digantikan oleh wakil presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.
Pada
pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami perkembangan
yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan
pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan
pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM,
pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1)
Persiapan
pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2)
Diseminari
dan pendidikan tentang HAM
3)
Penentuan
skala prioritas tentang HAM
4)
Pelaksanaan
isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui
perundang0undangan Nasional.
Komitmen
Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM,
pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan
Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM.
Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni
terkait perdagangan anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang
terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian,
pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya
tentang perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres tentang
Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.
D.
Bentuk-Bentuk HAM
Menurut
Prof. Bagir Manan ada beberapa kategori bentuk-bentuk HAM, yaitu:[9]
1.
Hak
sipil
Hak sipil terdiri dari hak
diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi
kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2.
Hak
politik
Hak politik terdiri dari hak
kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pemikiran
dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka umum.
3.
Hak
ekonomi
Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan
sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan
berkelanjutan.
4.
Hak
sosial dan budaya
Hak sosial budaya meliputi hak
memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak
memperoleh perumahan dan pemukiman.
Menurut Prof. Baharuddin Lopa, HAM
dibagi dalam beberapa jenis yaitu:[10]
1.
Hak
persamaan dan kebebasan;
2.
Hak
hidup;
3.
Hak
memperoleh perlindungan;
4.
Hak
penghormatan pribadi;
5.
Hak
menikah dan berkeluarga;
6.
Hak
wanita sederajat dengan pria;
7.
Hak
anak dari orang tua;
8.
Hak
memperoleh pendidikan;
9.
Hak
kebebasan memilih agama;
10. Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka;
11. Hak untuk bekerja;
12. Hak memperoleh kesempatan yang sama;
13. Hak milik pribadi;
14. Hak menikmati hasil/produk ilmu;
15. Hak tahanan & narapidana;
Sedangkan dalam Deklarasi Hak Asasi
Manusia Sedunia (Universal Declaration of Human Right) yang terwujud pada 10
Desember 1948[11],
Hak Asasi Manusia terbagi dalam beberapa jenis, yang terdapat dalam pasal 3
sampai dengan pasal 21 yaitu:[12]
1.
Hak
untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2.
Hak
bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3.
Hak
bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4.
Hak
untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5.
Hak
untuk pengampunan hukum secara efektif;
6.
Hak
bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7.
Hak
untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8.
Hak
untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah;
9.
Hak
bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan itu;
12. Hak bergerak;
13. Hak memperoleh suaka;
14. Hak atas satu kebangsaan;
15. Hak untuk menikah dan keluarga;
16. Hak untuk mempunyai hak milik;
17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses
yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Dan mengenai hak ekonomi, sosial dan
budaya yaitu:[13]
1.
Hak
atas jaminan sosial;
2.
Hak
untuk bekerja;
3.
Hak
atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4.
Hak
untuk bergabung dalam serikat-serikat buruh;
5.
Hak
atas istirahat dan waktu senggang;
6.
Hak
atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7.
Hak
atas pendidikan;
8.
Hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
Sementara itu dalam UUD 1945
(amandemen I - IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari hak:[14]
1.
Hak
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2.
Hak
kedudukan yang sama di dalam hukum;
3.
Hak
kebebasan berkumpul;
4.
Hak
kebebasan beragama;
5.
Hak
penghidupan yang layak;
6.
Hak
kebebasan berserikat;
7.
Hak
memperoleh pengajaran atau pendidikan.
Selanjutnya secara operasional
beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM
sebagai berikut:[15]
1.
Hak
untuk hidup;
2.
Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3.
Hak
mengembangkan diri;
4.
Hak
memperoleh keadilan;
5.
Hak
atas kebebasan pribadi;
6.
Hak
atas rasa aman;
7.
Hak
atas kesejahteraan;
8.
Hak
turut serta dalam pemerintahan;
9.
Hak
wanita;
10. Hak anak.
E. HAM dalam Konstitusi
Indonesia
Dalam
perkembangan kehidupan berbangsa, konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam
memberi ikatan ideologis antara yang berkuasa dan yang dikuasai
(rakyat).konstitusi hadir sebagai kata kunci kehidupan masyarakat modern. Tidak
dapat dinafikan konstitusi sebagai hukum dasar yang menjadi acuan bagi sebuah
negara dalam menentukan suatu peraturan.
1. Hak Konstitusi
Kehadiran
konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah negara.
Konstitusi menjelaskan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara dan
mengemukakah letak rasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara.
Aksioma
politik yang populer dicetuskan oleh Acton mengatakan, “kekuasaan cenderung
korupsi dan kekuasaan yang mutlak akan cenderung secara mutlak pula”. [16]
Di
dalam kekuasaan terdapat sisi positif dan negatif. Yang positif, kekuasaan yang
baik sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan negatifnya
ketika kekuasaan itu diarahkan pada tindak kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Menurut
Sri Soemantri, Guru Besar UNPAD, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga
yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi merupakan awal bagi kelahiran sebuah
negara.
Pentingnya
jaminan konstitusi atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan
demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Menurut Todung Mulya Lubis
Indonesia belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perlindungan
mengenai HAM telah diatur dalam perundang-undangan seperti. Akan tetapi patut
dicamkan bahwa hal tersebut hanya berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak
hukum.
2.
Konstitusional HAM di
Indonesia
Dalam
konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencantuman secara eksplisit
seputar HAM muncul atas kesadaran dan beragam konsensus. Dalam kurun berlakunya
UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun
2002, pencantuman HAM mengalami pasang surut.
Istilah
HAM tidak ditemukan dalam UUD 1945. HAM dalam UUD 1945 diatur secara singkat
dan sederhana yang lebih berorientasi pada hak sebagai warga negara, yang hanya
dimuat dalam 5 pasal, yakni pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 31, dan pasal
34. Sedangkan dalam Konstitusi RIS 1949, pengaturan HAM terdapat dalam bagian V
yang berjudul “hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia”. Dan yang
terlengkap terdapat dalam UUDS 1950 memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif
lebih lengkap ketentuan HAM diatur dalam bagian V (hak-hak dan
kebebasan-kebebasan dasar manusia) dari pasal 7 sampai pasal 33.
Dalam
sejarah perkembangan UUD 1945, agenda perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi
masa depan konstitusi Indonesia.
Konstitusi
RIS 1949 (1949-1950) memberikan suasana baru bagi penegakan hukum dan HAM.
Karena dalam pemberlakuannya yang relatif singkat, akibatnya upaya penegakan
HAM dari konstitusi ini relatif sulit ditemukan. UUDS 1949 memberikan kepastian
tegas tentang HAM. Materi muatan HAM, yang mengadopsi muatan HAM PBB tahun
1948.
Sama
halnya dengan konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 nyaris tidak efektif karena negara
pada waktu itu disibukkan dengan kondisi perpolitikan tanah air.
Dalam
perkembangan kebijakan pemerintahan Orde Baru sampai Reformasi (sebelum dan
sesudah perubahan II UUD 1945 tahun 2000), beberapa perangkat kebijakan
peraturan perundang-undangan dapat dikatakan melengkapi pengaturan HAM di
Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti Tap MPR,
Undang-Undang, Keppres, dsb.[17]
Untuk
mempertegas jaminan atas HAM di Indonesia, maka dibentuk lembaga Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan pada Tap MPR No. XVII tahun1998
tentang HAM dan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang disahkan pada 23
September 1999.
Keterjaminan
HAM dalam konstitusi di Indonesia dan peraturan perundang-undangan secara lebih
baik akan menjadi peluang besar bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM secara
bertanggung jawab dan berkeadilan.
3.
RANHAM (Rencana Aksi Nasional HAM)
Indonesia
Konsep
RANHAM pertama kali lahir pada Konferensi HAM di Wina tahun 1993. Deklarasi
tentang HAM ini merekomendasi agar setiap negara menyatakan keinginannya untuk
menyusun rencana aksi nasional dengan mengidentifikasi langkah-langkah untuk
meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM. Rekomendasi ini tidak mengikat
tetapi memiliki sifat persuasif yang sangat kuat karena pentingnya kesempatan
dan pernyataan bahwa rekomendasi tersebut didukung secara bulat.
Konsep
RANHAM didasarkan atas pandangan bahwa perbaikan abadi pada hak asasi manusia
akhirnya tergantung pada pemerintah dan orang-orang dari negara tertentu yang
memutuskan untuk mengambil aksi nyata guna menghasilkan perubahan. Konsep ini
mengakui bahwa tidak ada satu pun negara yang memiliki catatan HAM sempurna.
Setiap negara berbeda-beda, dan rencana apapun yang dikembangkan oleh suatu
negara harus sesuai dengan keadaan politik, budaya, hukum, sosial, dan ekonomi.
Dalam
diktumnya, Keppres menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan,
perlindungan HAM dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat dan
budaya-budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Dengan
ditetapkannya RANHAM berdasarkan Keppres Nomor 40 tahun 2004, merupakan
kelanjutan RANHAM 1998-2003 yang dicanangkan Presiden B.J Habibi melalui
Keppres Nomor 29 tahun 1998, yang semula memuat empat program utama, yaitu:[18]
1) Persiapan pengesahan
perangkat internasional HAM
2) Diseminari dan pendidikan
HAM
3) Pelaksanaan HAM yang
ditetapkan sebagai prioritas
4) Pelaksanaan isi atau ketentuan berbagai perangkat internasional HAM
yang telah disahkan Indonesia.
Berdasarkan Keppres No. 129 tahun 1998
tentang RANHAM di atas perlu rekayasa khusus dalam upaya pengembangan mengenai
HAM, yang kemudian diperbaharui melalui Keppres No. 61 tahun 2003 tentang
perubahan keputusan presiden. Dan yang terakhir Keppres No. 40 tahun 2004 telah
digariskan bahwa di samping terbentuknya Panitia Nasional yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab pada Presiden, juga Menteri Kehakiman dan HAM
selaku Ketua Panitia Nasional bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk
Panitia Pelaksanaan RANHAM Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan
Panitia Nasional. Begitu juga halnya di daerah kabupaten/kota dibentuk Panitia
Pelaksana Kegiatan RANHAM Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota dan Panitia Pelaksana Provinsi.
Dengan
kata lain, melalui Keppres ini Panitia Pelaksana RANHAM harus dibentuk di level
daerah, baik dalam skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Panitia ini memiliki
tugas antara lain:[19]
1.
Pembentukan
dan penguatan institusi RANHAM,
2.
Persiapan
harmonisasi Peraturan Daerah,
3.
Diseminari
dan pendidikan HAM,
4.
Penerapan
norma dan standar HAM, dan
5.
Pemantauan,
evaluasi dan pelaporan.
Perkembangan mengenai HAM
menunjukkan sebuah rekayasa yang begitu baik dalam upaya penegakan HAM.
Konstitusionalitas HAM dalam konstitusi Indonesia semakin kokoh pasca Perubahan
UUD 1945. Perkembangan ini diharapkan semakin meneguhkan dasar pembangunan
nasional yang berdimensi HAM Indonesia.
Dan dengan melalui pemikiran dan
tindakan kita semua, terletak masa depan perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan
penegakan HAM di Indonesia. Kehadiran RANHAM harus dipahami sebagai keharusan
sejarah dalam mengisi ruang aktualisasi HAM dalam konteks lokal negara-negara,
tidak terkecuali Indonesia.
BAB
III
KESIMPULAN
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak
yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan
dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun.
Perkembangan pemikiran HAM di Eropa
diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan hak absolut
raja yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan
absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan
yang mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus
dipertanggungjawabkan secara hukum.
Perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi dan politik seperti,
Budi Utomo, Indiche Partij, Partai Komunis, Serikat Islam dsb.
Bentuk-bentuk
HAM meliputi:
1.
Hak
sipil, terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari
kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup
dan kehidupan.
2.
Hak
politik, terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat
di muka umum.
3.
Hak
ekonomi, terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak
perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
4.
Hak
sosial dan budaya, meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan
intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.
HAM dalam Konstitusi Indonesia
mengalami pasang surut, yaitu dalam kurun berlakunya UUD 45, konstitusi RIS 49,
UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Arinanto, Satya,
Dimensi-Dimensi HAM, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Azra,
Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
2003.
Muladi, Hak
Asasi Manusia; hakikat konsep dan implikasinya dalam Perspektif hukum dan Masyarakat, Bandung: Refika
Editama, 2005.
Rozaq, Abdul, Pendidikan
Kewargaan, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Setiardja, A.
Gunawan, Hak-Hak Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: KANISIUS, 1993.
Ubaidilah A., Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000.
[6] Azyumardi
Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 204
[7] A. Ubaidilah, Demokrasi,
HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 117
[8] Ibid,
hlm. 211
13 Azyumardi
Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 215
14 Ibid,
hlm. 215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar